BAB
I
LAPORAN
PENDAHULUAN OSTEOPOROSIS
A.
PENGERTIAN
Osteoporosis
adalah kondisi dimana terjadi peningkatan porositas dari tulang. Atau dengan
kata lain adalah sugresif dari masa tulang, sehingga memudahkan terjadinya
patah tulang (Albright JA, 1979).
Osteoporosis
adalah penyakit metabolik tulang yang memiliki penurunan matrix dan proses
mineralisasi yang normal tetapi massa atau densitas tulang berkurang
(Gallagher, 1999).
Menurut
WHO (1994), osteoporosis adalah suatu penyakit dengan sifat-sifat khusus
seperti massa tulang rendah yang disertai dengan perubahan mikroarsitektur
tulang dan penurunan kualitas jaringan tulang yang pada akhirnya menyebabkan
terjadinya fraktur tulang karena meningkatnya kerapuhan tulang.
Bronner (1994), menyatakan bahwa penyakit ini
menyerang tulang nyaris tanpa gejala dan baru disadari setelah terjadi
perubahan bentuk tulang atau kejadian patah tulang yang merupakan kondisi
osteoporosis lanjut.
Bonjour
(2001) menyatakan bahwa kehilangan tulang pada penyakit osteoporosis terjadi
secara perlahan dan kehilangan tulang ini terjadi dengan cepat. Seringkali
penyakit ini tanpa gejala sampai terjadinya patah tulang, sehingga penyakit ini
sering disebut sebagai penyakit tanpa gejala (silent disease).
Osteoporosis adalah sesuatu yang
kompleks, kondisi yang dipengaruhi banyak faktor dengan karakterisasi
pengurangan massa tulang dan kerusakan struktur mikroarsitektural, yang
menyebabkan peningkatan kerusakan tulang.
Osteoporosis adalah kelainan dimana
terjadi penurunan massa tulang total.terdapat perubahan pergantian homeostatis
normal,kecepatan resorpsi tulang lebih besar dari kecepatan pembentukan
tulang,mengakibatkan penurunan masssa total. (Bruner &
Suddarth,2001)
Penyakit osteoporosis adalah
berkurangnya kepadatan tulang yang progresif, sehingga tulang menjadi rapuh dan
mudah patah.Tulang terdiri dari mineral-mineral seperti kalsium dan fosfat,
sehingga tulang menjadi keras dan padat. Jika tubuh tidak mampu mengatur
kandungan mineral dalam tulang, maka tulang menjadi kurang padat dan lebih
rapuh, sehingga terjadilah osteoporosis (www.mediacastore.com).
B. KLASIFIKASI
Dalam
terapi hal yang perlu diperhatikan adalah mengenali klasifikasi osteoporosis
dari penderita. Osteoporosis dibagi 2 , yaitu :
a.Osteoporosis
primer
· Tipe 1 adalah tipe yang terjadi pada
wanita pascamenopause
· Tipe 2 adalah tipe yang terjadi pada
orang usia lanjut baik pria maupun wanita
Osteoporosis
primer berhubungan dengan kelainan pada tulang, yang menyebabkan peningkatan
proses resorpsi di tulang trabekula sehingga meningkatkan resiko fraktur
vertebra dan Colles. Pada usia
dekade awal pasca menopause, wanita lebih sering terkena daripada pria dengan
perbandingan 6-8: 1 pada usia rata-rata 53-57 tahun.
b. Osteoporosis sekunder
Osteoporosis sekunder terutama
disebabkan oleh penyakit-penyakit tulang erosif misalnya mieloma multiple,
hipertirodisme, hiperparatiroidisme dan akibat obat-obatan yang toksik untuk
tulang (misalnya ; glukokortikoid). Jenis ini ditemukan pada kurang lebih 2-3
juta klien.
c. Osteoporosis Idiopatik
Osteoporosis yang tidak diketahui
penyebabnya dan ditemukan pada :
·
Usia
kanak-kanak (juvenile)
·
Usia
remaja (adolesen)
·
Wanita
pra-menopause
·
Pria
usia pertengahan
C. ETIOLOGI
Ada
2 penyebab utama osteoporosis, yaitu pembentukan massa puncak tulang yang
kurang baik selama masa pertumbuhan dan meningkatnya pengurangan setelah
menopause massa tulang. Massa tulang meningkat secara konstan dan mencapai
puncak sampai usia 40 tahun, pada wanita lebih muda sekitar 30-35 tahun.
Walaupun demikian tulang yang hidup tidak pernah beristirahat dan akan selalu
mengadakan remodelling dan memperbaharui cadangan mineralnya sepanjang
garis beban mekanik. Faktor pengatur formasi dan resorpsi tulang dilaksanakan
melalui 2 proses yang selalu berada dalam keadaan seimbang dan disebut coupling.
Proses coupling ini memungkinkan aktivitas formasi tulang sebanding
dengan aktivitas resorpsi tulang. Proses ini berlangsung 12 minggu pada orang
muda dan 16-20 minggu pada usia menengah atau lanjut. Remodelling rate
adalah 2-10% massa skelet per tahun.
Proses
remodelling ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor lokal
yang menyebabkan terjadinya satu rangkaian kejadian pada konsep Activation
– Resorption – Formation (ARF). Proses ini dipengaruhi oleh protein
mitogenik yang berasal dari tulang yang merangsang preosteoblas supaya membelah
membelah menjadi osteoblas akibat adanya aktivitas resorpsi oleh osteoklas.
Faktor lain yang mempengaruhi proses remodelling adalah faktor
hormonal. Proses remodelling akan ditingkatkan oleh hormon paratiroid,
hormon pertumbuhan dan 1,25 (OH)2 vitamin D. Sedang yang menghambat proses remodelling
adalah kalsitonin, estrogen dan glukokortikoid. Proses-proses yang mengganggu remodelling
tulang inilah yang menyebabkan osteoporosis.
Selain
gangguan pada proses remodelling tulang faktor lainnya adalah pengaturan metabolisme kalsium dan
fosfat. Walaupun terdapat variasi asupan kalsium yang besar, tubuh tetap
memelihara konsentrasi kalsium serum pada kadar yang tetap. Pengaturan
homeostasis kalsium serum dikontrol oleh organ tulang, ginjal dan usus melalui
pengaturan paratiroid hormon (PTH), hormon kalsitonin, kalsitriol (1,25(OH)2
vitamin D) dan penurunan fosfat serum. Faktor lain yang berperan adalah hormon
tiroid, glukokortikoid dan insulin, vitamin C dan inhibitor mineralisasi tulang
(pirofosfat dan pH darah). Pertukaran kalsium sebesar 1.000 mg/harinya antara
tulang dan cairan ekstraseluler dapat bersifat kinetik melalui fase formasi dan
resorpsi tulang yang lambat. Absorpsi kalsium dari gastrointestinal yang
efisien tergantung pada asupan kalsium harian, status vitamin D dan umur.
Didalam darah absorpsi tergantung kadar protein tubuh, yaitu albumin, karena
50% kalsium yang diserap oleh tubuh terikat oleh albumin, 40% dalam bentuk
kompleks sitrat dan 10% terikat fosfa
a. Osteoporosis post menopausal
Terjadi karena kekurangan estrogen
(hormon utama pada wanita), yang membantu mengatur pengangkutan kalsium ke
dalam tulang pada wanita. Biasanya gejala timbul pada wanita yang berusia di
antara 51-75 tahun, tetapi bisa mulai muncul lebih cepat ataupun lebih lambat.
Tidak semua wanita memiliki resiko yang sama untuk menderita osteoporosis
postmenopausal, wanita kulit putih dan daerah timur lebih mudah menderita
penyakit ini daripada wanita kulit hitam.
b. Osteoporosis senilis
Kemungkinan merupakan akibat dari
kekurangan kalsium yang berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan diantara
kecepatan hancurnya tulang dan pembentukan tulang yang baru. Senilis berarti
bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi
pada usia diatas 70 tahun dan 2 kali lebih sering menyerang wanita. Wanita
seringkali menderita osteoporosis senilis dan postmenopausal.
c.
Osteoporosis sekunder
Dialami kurang dari 5% penderita
osteoporosis, yang disebabkan oleh keadaan medis lainnya atau oleh obat-obatan.
Penyakit ini bisa disebabkan oleh gagal ginjal kronis dan kelainan hormonal
(terutama tiroid, paratiroid dan adrenal) dan obat-obatan (misalnya
kortikosteroid, barbiturat, anti-kejang dan hormon tiroid yang berlebihan).
Pemakaian alkohol yang berlebihan dan merokok bisa memperburuk keadaan ini.
d. Osteoporosis juvenil idiopatik
Merupakan jenis osteoporosis yang
penyebabnya tidak diketahui. Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda
yang memiliki kadar dan fungsi hormon yang normal, kadar vitamin yang normal
dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang.
Faktor
resiko penyebab osteoporosis :
a. yang tidak dapat diubah :
Ø usia, lebih sering terjadi pada
lansia
Ø jenis kelamin, tiga kali lebih
sering pada wanita dibandingkan pada pria. Perbedaan ini mungkin disebabkan
oleh factor hormonal dan rangka tulang yang lebih keci
Ø Ras, kulit putih mempunyai risiko
paling tinggi
Ø Riwayat keluarga/keturunan, pada
keluarga yang mempunyai riwayat osteoporosis, anak-anak yang dilahirkan juga
cenderung mempunyai penyakit yang sama.
Ø Bentuk tubuh, adanya kerangka tubuh
yang lemah dan scoliosis vertebramenyebabkan penyakit ini. Keadaan ini terutam
trejadi pada wanita antara usia 50-60 tahun dengan densitas tulang yang rendah
dan diatas usia 70tahun dengan BMI yang rendah.
b. yang dapat diubah :
Ø Merokok
Ø Defisisensi vitamin dan gizi (antara
lain protein), kandungan garam pada makanan, peminum alcohol dan kopi yang
berat. Nikotin dalam rokok menyebabkan melemahnya daya serap sel terhadap
kalsiumdari darah ke tulang sehingga pembentukan tulang oleh osteoblast menjadi
melemah. Mengkonsumsi kopi lebih dari 3 cangkir perhari menyebabkan tubuh
selalu ingin berkemih. Keadaan tersebut menyebabkan banyak kalsium terbuang
bersama air kencing.
Ø Gaya hidup, aktivitas fisik yang
kurang dan imobilisasi dengan penurunan penyangga berat badan merupakan
stimulus penting bagi resorspi tulang. Beban fisik yang terintegrasi
merupakan penentu dari puncak massa tulang.
merupakan penentu dari puncak massa tulang.
Ø Gangguan makan (anoreksia nervosa)
Ø terjadi penurunan massa tulang yang
banyak.
Ø Menopause dini, menurunnya kadar
estrogen menyebabkan resorpsi tulang menjadi lebih cepat sehingga akan Penggunaan
obat-obatan tertentu seperti diuretic, glukokortikoid, antikonvulsan, hormone
tiroid berlebihan, dan kortikosteroid.
D. PATHOFISIOLOGI
Sel tulang terdiri atas
osteoblas, osteossit dan osteoclas yang
dalam aktifitasnya mengatur homeostasis kalsium yang tidak berdiri sendiri melainkan saling
berinteraksi. Homeostasis kalsium pada
tingkat seluler didahului penyerapan tulang oleh osteoclas yang memerlukan waktu 40 hari disusul fase
istirahat dan kemudian disusul fase pembentukan tulang kembali oleh osteoblas
yang memerlukan waktu 120 hari (Kamis,
1994).
Dalam
penyerapannya osteoclas melepas transforming Growth Factor yang merangsang aktivitas awal
osteoblas dalam keadaan normal kwantitas dan kwalitas penyerapan tulang oleh
osteoclas sama dengan kwantitas dan kwalitas pembentukan tulang baru oleh
osteoclas. Pada Osteoporasis penyerapan tulang lebih banyak dari pada
pembentukan baru (Djoko Roeshadi, 2001).
Pembentukan ulang tulang
adalah suatu proses yang terus menerus. Pada osteoporosis, massa tulang
berkurang, yang menunjukkan bahwa laju resorpsi tulang pasti melebihi laju
pembentukan tulang. Pembentukan tulang lebih banyak terjadi pada korteks
Proses
Remodelling Tulang dan Homeostasis Kalsium
Kerangka tubuh manusia
merupakan struktur tulang yang terdiri dari substansi organik (30%) dan
substansi mineral yang paling banyak terdiri dari kristal hidroksiapatit (95%)
serta sejumlah mineral lainnya (5%) seperti Mg, Na, K, F, Cl, Sr dan Pb.
Substansi organik terdiri dari sel tulang (2%) seperti osteoblas, osteosit dan
osteoklas dan matriks tulang (98%) terdiri dari kolagen tipe I (95%) dan
protein nonkolagen (5%) seperti osteokalsin, osteonektin, proteoglikan tulang,
protein morfogenik tulang, proteolipid tulang dan fosfoprotein tulang.
Tanpa matriks tulang yang
berfungsi sebagai perancah, proses mineralisasi tulang tidak mungkin dapat
berlangsung. Matriks tulang merupakan makromolekul yang sangat bersifat anionik
dan berperan penting dalam proses kalsifikasi dan fiksasi kristal hidroksi
apatit pada serabut kolagen. Matriks tulang tersusun sepanjang garis dan beban
mekanik sesuai dengan hukum Wolf, yaitu setiap perubahan fungsi tulang akan
diikuti oleh perubahan tertentu yang menetap pada arsitektur internal dan
penyesuaian eksternal sesuai dengan hukum matematika. Dengan kata lain, hukum Wolf dapat diartikan sebagai
“bentuk akan selalu mengikuti fungsi”.
Patogenesis Osteoporosis primer
Setelah menopause maka resorpsi tulang akan meningkat,
terutama pada dekade awal setelah menopause, sehingga insidens fraktur,
terutama fraktur vertebra dan radius distal meningkat. Estrogen juga berperan
menurunkan produksi berbagai sitokin oleh bone marrow stromal cells dan sel-sel
mononuklear, seperti IL-1, IL-6 dan TNF-α yang berperan meningkatkan kerja
osteoklas, dengan demikian penurunan kadar estrogen akibat menopause akan
meningkatkan produksi berbagai sitokin tersebut sehingga aktivitas osteoklas
meningkat.
Untuk mengatasi keseimbangan negatif kalsium akibat
menopause, maka kadar PTH akan meningkat pada wanita menopause, sehingga
osteoporosis akan semakin berat. Pada menopause, kadangkala didapatkan
peningkatan kadar kalsium serum, dan hal ini disebabkan oleh menurunnya volume
plasma, meningkatnya kadar albumin dan bikarbonat, sehingga meningkatkan kadar
kalsium yang terikat albumin dan juga kadar kalsium dalam bentuk garam
kompleks. Peningkatan bikarbonat pada menopause terjadi akibat penurunan
rangsang respirasi, sehingga terjadi relatif asidosis respiratorik.
Patogenesis Osteoporosis Sekunder
Selama hidupnya seorang wanita akan kehilangan tulang
spinalnya sebesar 42% dan kehilangan tulang femurnya sebesar 58%. Pada dekade
ke-8 dan 9 kehidupannya, terjadi ketidakseimbangan remodeling tulang, dimana
resorpsi tulang meningkat, sedangkan formasi tulang tidak berubah atau menurun.
Hal ini akan menyebabkan kehilangan massa tulang, perubahan mikroarsitektur
tulang dan peningkatan resiko fraktur.
Defisiensi kalsium dan vitamin D juga sering didapatkan
pada orang tua. Hal ini disebabkan oleh asupan kalsium dan vitamin D yang
kurang, anoreksia, malabsorpsi dan paparan sinar matahari yang rendah. Defisiensi vitamin K juga akan menyebabkan osteoporosis
karena akan meningkatkan karboksilasi protein tulang misalnya osteokalsin.
Penurunan kadar estradiol dibawah 40 pMol/L pada laki-laki akan menyebabkan
osteoporosis, karena laki-laki tidak pernah mengalami menopause (penurunan kadar
estrogen yang mendadak), maka kehilangan massa tulang yang besar seperti pada
wanita tidak pernah terjadi. Dengan bertambahnya usia, kadar testosteron pada
laki-laki akan menurun sedangkan kadar Sex Hormone Binding Globulin (SHBG) akan
meningkat. Peningkatan SHBG akan meningkatkan pengikatan estrogen dan
testosteron membentuk kompleks yang inaktif.
Faktor lain yang juga ikut berperan terhadap kehilangan
massa tulang pada orang tua adalah faktor genetik dan lingkungan (merokok,
alkohol, obat-obatan, imobilisasi lama). Resiko fraktur yang juga harus
diperhatikan adalah resiko terjatuh yang lebih tinggi pada orang tua
dibandingkan orang yang lebih muda. Hal ini berhubungan dengan penurunan
kekuatan otot, gangguan keseimbangan dan stabilitas postural, gangguan
penglihatan, lantai yang licin atau tidak rata, dll.
E.
MANINFESTASI KLINIS
a. Data subyektif :
a) Klien mengeluh nyeri tulang belakang
b) Klien mengeluh kemampuan gerak cepat
menurun
c) Klien mengatakan membatasi
pergaulannya karena perubahan yang tampak dan keterbatasan gerak
d) Klien mengatakan stamina badannya
terasa menurun
e) Klien mengeluh bengkak pada
pergelangan tangannya setelah jatuh
f) Klien mengatakan kurang mengerti
tentang proses penyakitnya
g) Klien mengatakan buang air besar
susah dan keras
b. Data obyektif :
a) tulang belakang bungkuk
b) terdapat penurunan tinggi badan
c) klien tampak menggunakan penyangga
tulang belakang (spinal brace)
d) terdapat fraktur traumatic pada
vertebra dan menyebabkan kifosis angular
e) klien tampak gelisah
f) klien tampak meringis
Pada
awalnya penyakit ini tidak menimbulkan gangguan apapun. Namun dalam kondisi yang sudah parah gambaran klinik
osteoporosis adalah sebagai berikut (Djoko R, 2001)
1. Nyeri
2. Tinggi badan berkurang /memendek
3.
Nyeri tulang akut.Nyeri terutama terasa pada tulang belakang, nyeri
dapat dengan atau tanpa fraktur yang nyata dan nyeri timbul mendadak.
4.
Nyeri berkurang pada saat beristirahat di tempat tidur
5. Nyeri ringan pada saat bangun tidur
dan akan bertambah bila melakukan aktivitas
6. Deformitas tulang. Dapat terjadi
fraktur traumatic pada vertebra dan menyebabkan kifosis angular yang
menyebabkan medulla spinalis tertekan sehingga dapat terjadi paraparesis.
7. Gambaran klinis sebelum patah
tulang, klien (terutama wanita tua) biasanya datang dengan nyeri tulang belakang,
bungkuk dan sudah menopause sedangkan gambaran klinis setelah terjadi patah
tulang, klien biasanya datang dengan keluhan punggung terasa sangat nyeri
(nyeri punggung akut), sakit pada pangkal paha, atau bengkak pada pergelangan
tangan setelah jatuh.
8. Kecenderungan penurunan tinggi badan
9. Postur tubuh kelihatan memendek.
Kepadatan tulang berkurang secara perlahan (terutama pada
penderita osteoporosis senilis), sehingga pada awalnya osteoporosis tidak
menimbulkan gejala. Beberapa penderita tidak memiliki gejala.Jika kepadatan
tulang sangat berkurang sehingga tulang menjadi kolaps atau hancur, maka akan
timbul nyeri tulang dan kelainan bentuk.
Kolaps tulang belakang menyebabkan nyeri punggung
menahun. Tulang belakang
yang rapuh bisa mengalami kolaps secara spontan atau karena cedera ringan.
Biasanya nyeri timbul secara tiba-tiba dan dirasakan di daerah tertentu dari
punggung, yang akan bertambah nyeri jika penderita berdiri atau berjalan. Jika
disentuh, daerah tersebut akan terasa sakit, tetapi biasanya rasa sakit ini
akan menghilang secara bertahap setelah beberapa minggu atau beberapa bulan.
Jika beberapa tulang belakang hancur, maka akan terbentuk kelengkungan yang
abnormal dari tulang belakang (punuk Dowager), yang menyebabkan ketegangan otot
dan sakit.
Tulang lainnya bisa patah, yang seringkali disebabkan
oleh tekanan yang ringan atau karena jatuh. Salah satu patah tulang yang paling
serius adalah patah tulang panggul. Yang juga sering terjadi adalah patah
tulang lengan (radius) di daerah persambungannya dengan pergelangan tangan,
yang disebut fraktur Colles. Selain itu, pada penderita osteoporosis, patah
tulang cenderung menyembuh secara perlahan
Osteoporosis dapat berjalan lambat selama beberapa
dekade, hal ini disebabkan karena osteoporosis tidak menyebabkan gejala fraktur
tulang. Beberapa fraktur osteoporosis dapat terdeteksi hingga beberapa tahun
kemudian. Tanda klinis utama dari osteoporosis adalah fraktur pada vertebra,
pergelangan tangan, pinggul, humerus, dan tibia. Gejala yang paling lazim dari fraktur
korpus vertebra adalah nyeri pada punggung dan deformitas pada tulang belakang.
Nyeri biasanya terjadi akibat kolaps vertebra terutama pada daerah dorsal atau
lumbal. Secara khas awalnya akut dan sering menyebar kesekitar pinggang hingga
kedalam perut. Nyeri dapat meningkat walaupun dengan sedikit gerakan misalnya
berbalik ditempat tidur. Istirahat ditempat tidaur dapat meringankan nyeri
untuk sementara, tetapi akan berulang dengan jangka waktu yang bervariasi.
Serangan nyeri akut juga dapat disertai oleh distensi perut dan ileus
Seorang dokter harus waspada terhadap kemungkinan
osteoporosis bila didapatkan :
Patah tulang akibat trauma yang ringan.
Tubuh makin pendek, kifosis dorsal
bertambah, nyeri tulang.
Gangguan otot (kaku dan lemah)
Secara kebetulan ditemukan gambaran radiologik yang khas.
F. Pemeriksaan
diagnostic
Pemeriksaan laboratorium
(misalnya : kalsium serum, fosfat serum, fosfatase alkali, eksresi kalsium
urine,eksresi hidroksi prolin urine, LED)
Pemeriksaan x-ray
Pemeriksaan absorpsiometri
Pemeriksaan Computer
Tomografi (CT)
Pemeriksaan biopsy
G. Terapi /
penatalaksanaan
a.
Diet
kaya kalsium dan vitamin D yang mencukupi sepanjang hidup, dengan peningkatan
asupan kalsium pada permulaan umur pertengahan dapat melindungi terhadap
demineralisasi tulang
b.
Pada
menopause dapat diberikan terapi pengganti hormone dengan estrogen dan
progesterone untuk memperlambat kehilangan tulang dan mencegah terjadinya patah
tulang yang diakibatkan.
c.
Medical
treatment, oabt-obatan dapat diresepkan untuk menangani osteoporosis termasuk
kalsitonin, natrium fluoride, dan natrium etridonat
d.
Pemasangan
penyangga tulang belakang (spinal brace) untuk mengurangi nyeri punggung.
e.
Pembedahan
pada pasien osteoporosis dilakukan bila terjadi fraktur, terutama bila terjadi
fraktur panggul.
Terapi pada osteoporosis harus mempertimbangkan 2 hal,
yaitu terapi pencegahan yang pada umumnya bertujuan untuk menghambat hilangnya
massa tulang. Dengan cara yaitu memperhatikan faktor makanan, latihan fisik (
senam pencegahan osteoporosis), pola hidup yang aktif dan paparan sinar ultra
violet. Selain itu juga menghindari obat-obatan dan jenis makanan yang
merupakan faktor resiko osteoporosis seperti alkohol, kafein, diuretika,
sedatif, kortikosteroid.
Selain pencegahan, tujuan terapi osteoporosis adalah
meningkatkan massa tulang dengan melakukan pemberian obat-obatan antara lain
hormon pengganti (estrogen dan progesterone dosis rendah). Kalsitrol,
kalsitonin, bifosfat, raloxifene, dan nutrisi seperti kalsium serta senam beban.
Pembedahan pada pasien osteoporosis dilakukan bila
terjadi fraktur, terutama bila terjadi fraktur panggul.
H. KOMPLIKASI
Osteoporosis mengakibatkan tulang
secara progresif menjadi panas, rapuh dan mudah patah.Osteoporosis sering
mengakibatkan fraktur.Bisa terjadi fraktur kompresi vertebra torakalis dan
lumbalis, fraktur daerah kolum femoris dan daerah trokhanter, dan fraktur
colles pada pergelangan tangan.
I. PENGKAJIAN
FOKUS
1. Pengkajian
a.Riwayat kesehatan
Anamnese memgang peranan penting pada evaluasi penderita
osteoporosis. Kadang-kdang keluhan utama mengarahkan ke Diagnosis, misalnya
fraktur kolum femoris pada osteoporosis. Faktor lain yang diperhatikan adalah
umur, jenis kelamin, ras, status haid, fraktur pada trauma minimal, imobilisasi
lama, penurunan tinggi badan pada orang tua, kurangnya paparan sinar matahari,
asupan kalsium, fosfor dan vitamin D, latihan teratur dan bersifat weight
bearing.
Obata-obatan yang diminum jangka panjang harus
diperhatikan, seperti kortikosteroid, hormon tiroid, anti konvulsan, antasida
yang mengandung aluminium, sodium florida, dan bifosfonat etidronat, alkohol
dan merokok juga merupakan faktor resiko terjadinya osteoporosis.Penyakti lain
yang harus ditanyakan juga berhubungan d engan osteoporosis adalah penyakit ginjal,
saluran cerna, hati, endokrine dan isufisiensi pankreas.
Riwayat haid, umur menarche dan menopause, penggunaan
obat kontrasepsi juga diperhatikan. Riwayat keluarga dengan osteoporosis juga
harus diperhatikan karena ada beberapa penyakti tulang metabolik yang bersifat
herediter.
b.Pengkajian psikososial
Gambaran klinik penderita dengan osteoporosis adalah
wanita post menopause dengan keluhan nyeri punggung yang merupakan faktor
predisposisi adanya multiple fraktur karena trauma. Perawat perlu mengkaji
konsep diri penderita terutama body image khususnya kepada penderita kiposis
berat.
Klien mungkin membatasi onteraksi sosial sebab adanya
perubahan yang tampak atau keterbatas fisik, ,tidak mampu duduk di kursi
danlain-lain. Perubahan seksual bisa terjadi karena harga diri rendah atau
tidak nyaman selam posisi intercoitus.
Osteoporosis bisa menyebabkan fraktur berulang maka perlu
dikaji perasaan cemas dan takut bagi penderita.
c.Pola aktivitas sehari-hari
Pola aktivitas dan latihan biasanya berhubungan dengan
olah raga. Pengisian waktu luang dan rekreasi, berpakaian, makan, mandi dan
toilet. Olah raga dapat membentuk pribadi yang baik dan individu akan merasa
lebih baik. Selain itu mempertahankan tonus otot dan gerakan sendi. Untuk usia
lanjut perlu aktivitas yang adequat untuk mempertahankan fungsi tubuh.
Aktivitas tubuh memerlukan interaksi yang kompleks antara saraf dan
muskoloskletal. Beberapa perubahan yang terjadi sehubungan denga nmenurunnya
gerak persendian adalah agifity (kemampuan gerak cepat dan lancar menurun),
stamina menurun, koordinasi menurun dan dexterity (kemampuan memanipulasi
keterampilan motorik halus menurun).
2.Pemeriksaan fisik
a.Sistem pernafasan
Terjadi perubahan pernafasan pada kasus kiposis berat,
karena penekanan pada fungsional paru.
b.Sistem kardiovaskuler
c.Sistem persyarafan
Nyeri punggung yang
disertai pembatasan pergerakan spinal yang disadari dan halus merupakan
indikasi adanya fraktur satu atau lebih fraktur kompresi vertebral.
d.Sistem perkemihan
e.Sistem Pencernaan
Pembatasan pergerakan dan
deformitas spinal mungkin menyebabkan konstipasi, abdominal distance.
f.Sistem musklooskletal
Inspeksi dan palpasi pada
daerah columna vertebralis, penderita dengan osteoporosis seirng menunjukkan
kiposis atau gibbus (dowager’s hump) dan penurunan tinggi badan dan berat
badan. Adanya perubahan gaya berjalan, deformitas tulang, leg-length
inequality, nyeri spinal. Lokasi fraktur yang sering terjadi adalah antara
vertebrae thorakalis 8 dan lumbalis 3.
3.Manifestasi
radiologi
a.Gejala radiologi yang
khas adalah densitas atau massa tulang yang menurun yang dapat dilihat pada
vertebrae spinalis. Dinding depat corpus vertebral bisanya merupakan lokalisasi
yang paling berat. Penipisan cortex dan hilangnya trabeculla transversal merupakankelainan
yang sering didapat. Lemahnya corpus vertebrae menyebabkan penonjolan yang
menggelembung dari nuklieus pulposus ke dalam ruang intervertebralis dan
menyebabkan deformitas mbiconcave.
b.Ct-Scan, dengan alat ini dapat diukur densitas tualgn
secara kunatitatif yang mempunyai nilai penting dalam dignostik dan follow up
terapi. Vertebral mineral di atas 110 mg/cm3 biasanya tidakmenimbulkan fraktur
vertebrae atau penonjolan, sedangkan dibawah 65 mg/cm3 hampir semua penderita
mengalami fraktur.
4.Pemeriksaan laboratorium
a.Kadar Ca., P dan alkali posfatase tidak menunjukkan
kelainan yang nyata.
b.Kadar HPT (pada post menopause kadar HPT meningkat) dan
Ct (terapi estrogen merangsang pembentukan Ct)
c.Kadar 1,25-(OH)2-D3 dan absorbsi CA menurun.
d.Ekskresi fosfat dan hydroksyproline terganggu sehingga
meningkat kadarnya.
J. DIAGNOSA
Masalah yang biasa terjadi pada
klien osteoporosis adalah sebagai berikut :
1. Nyeri akut yang berhubungan dengan
dampak sekunder dari fraktur vertebra ditandai dengan klien mengeluh nyeri
tulang belakang, mengeluh bengkak pada pergelangan tangan, terdapat fraktur
traumatic pada vertebra, klien tampak meringis.
2. Hambatan mobilitas fisik yang
berhubungan dengan disfungsi sekunder akibat perubahan skeletal (kifosis) ,
nyeri sekunder, atau fraktur baru ditandai dengan klien mengeluh kemampuan
gerak cepat menurun, klien mengatakan badan terasa lemas, stamina menurun, dan
terdapat penurunan tinggi badan.
3. Risiko cedera yang berhubungan
dengan dampak sekunder perubahan skeletal dan ketidakseimbangan tubuh ditandai
dengan klien mengeluh kemampuan gerak cepat menurun, tulang belakang terlihat
bungkuk.
4. Kurang perawatan diri yang
berhubungan dengan keletihan atau gangguan gerak ditandai dengan klien mengeluh
nyeri pada tulang belakang, kemampuan gerak cepat menurun, klien mengatakan
badan terasa lemas dan stamina menurun serta terdapat fraktur traumatic pada
vertebra dan menyebabkan kifosis angular.
5. Gangguan citra diri yang berhubungan
dengan perubahan dan ketergantungan fisik serta psikologis yang disebabkan oleh
penyakit atau terapi ditandai dengan klien mengatakan membatasi pergaulan dan
tampak menggunakan penyangga tulang belakang (spinal brace).
6. Gangguan eleminasi alvi yang
berhubungan dengan kompresi saraf pencernaan ileus paralitik ditandai dengan
klien mengatakan buang air besar susah dan keras.
7. Kurang pengetahuan mengenai proses
osteoporosis dan program terapi yang berhubungan dengan kurang informasi, salah
persepsi ditandai dengan klien mengatakan kurang ,mengerti tentang penyakitnya,
klien tampak gelisah.
K. INTERVENSI
1.
Nyeri akut yang berhubungan dengan dampak sekunder dari fraktur vertebra
ditandai dengan klien mengeluh nyeri tulang belakang, mengeluh bengkak pada
pergelangan tangan, terdapat fraktur traumatic pada vertebra, klien tampak
meringis.
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan
keperawatan diharapkan nyeri berkurang dengancriteria hasil klien dapat
mengekspresikan perasaan nyerinya, klien dapat tenang dan istirahat, klien
dapat mandiri dalam penanganan dan perawatannya secara sederhana.
Intervensi :
Intervensi :
a.
Evaluasi keluhan nyeri/ketidaknyamanan, perhatikan lokasi dan karakteristik
termasuk intensitas (skala 1-10). Perhatikan petunjuk nyeri nonverbal
(perubahan pada tanda vital dan emosi/prilaku).
R/ Mempengaruhi pilihan/pengawasan keefektifan intervensi.
R/ Mempengaruhi pilihan/pengawasan keefektifan intervensi.
b.
Ajarkan klien tentang alternative lain untuk mengatasi dan mengurangi rasa
nyerinya.
R/ alternative lain untuk mengatasi nyeri misalnya kompres hangat, mengatur posisi untuk mencegah kesalahan posisi pada tulang/jaringan yang cedera.
R/ alternative lain untuk mengatasi nyeri misalnya kompres hangat, mengatur posisi untuk mencegah kesalahan posisi pada tulang/jaringan yang cedera.
c.
Dorong menggunakan teknik manajemen stress contoh relaksasi progresif, latihan
nafasa dalam, imajinasi visualisasi, sentuhan teraupetik.
R/ Memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa control dan dapat meningkatkan kemampuan koping dalam manajemen nyeri yang mungkin menetap untuk periode lebih lama.
R/ Memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa control dan dapat meningkatkan kemampuan koping dalam manajemen nyeri yang mungkin menetap untuk periode lebih lama.
d.
Kolaborasi dalam pemberian obat sesuai indikasi.
R/ diberikan untuk menurunkan nyeri.
R/ diberikan untuk menurunkan nyeri.
2.
Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan disfungsi sekunder akibat perubahan
skeletal (kifosis) , nyeri sekunder, atau fraktur baru ditandai dengan klien
mengeluh kemampuan gerak cepat menurun, klien mengatakan badan terasa lemas,
stamina menurun, dan terdapat penurunan tinggi badan.
Tujuan :
Tujuan :
setelah dilakukan tindakan keperawatan
diharapkan klien mampu melakukan mobilitas fisik dengan criteria hasil klien
dapat meningkatkan mobilitas fisik, berpartisipasi dalam aktivitas yang
diinginkan/diperlukan, klien mampu melakukan aktivitas hidup sehari-hari secara
mandiri.
a.
Kaji tingkat kemampuan klien yang masih ada.
R/ sebagai dasar untuk memberikan alternative dan latihan gerak yang sesuai dengan kemampuannya.
R/ sebagai dasar untuk memberikan alternative dan latihan gerak yang sesuai dengan kemampuannya.
b.
Rencanakan tentang pemberian program latihan, ajarkan klien tentang aktivitas
hidup sehari-hari yang dapat dikerjakan.
R/ latihan akan meningkatkan pergerakan otot dan stimulasi sirkulasi darah.
R/ latihan akan meningkatkan pergerakan otot dan stimulasi sirkulasi darah.
c.
Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas /perawatan diri secara bertahap jika
dapat ditoleransi.Berikan bantuan sesuai kebutuhan.
R/ kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan kerja jantung tiba-tiba, memberikan bantuan hanya sebatas kebutuhan akan mendorong kemandirian dalam melakukan aktivitas.
R/ kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan kerja jantung tiba-tiba, memberikan bantuan hanya sebatas kebutuhan akan mendorong kemandirian dalam melakukan aktivitas.
3.
Risiko cedera yang berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skeletal dan
ketidakseimbangan tubuh ditandai dengan klien mengeluh kemampuan gerak cepat
menurun, tulang belakang terlihat bungkuk.
Tujuan :
Tujuan :
cedera tidak terjadi dengan criteria
hasil klien tidak jatuh dan tidak mengalami fraktur, klien dapat menghindari
aktivitas yang mengakibatkan fraktur.
a.
Ciptakan lingkungan yang bebas dari bahaya missal : tempatkan klien pada tempat
tidur rendah, berikan penerangan yang cukup, tempatkan klien pada ruangan yang
mudah untuk diobservasi.
R/ menciptakan lingkungan yang aman mengurangi risiko terjadinya kecelakaan.
R/ menciptakan lingkungan yang aman mengurangi risiko terjadinya kecelakaan.
b.
Ajarkan pada klien untuk berhenti secara perlahan,tidak naik tangga dan
mengangkat beban berat
R/ pergerakan yang cepat akan memudahkan terjadinya fraktur kompresi vertebra pada klien osteoporosis.
R/ pergerakan yang cepat akan memudahkan terjadinya fraktur kompresi vertebra pada klien osteoporosis.
c.
Observasi efek samping obat-obatan yang digunakan.
R/ obat-obatan seperti diuretic, fenotiazin dapat menyebabkan pusing, mengantuk dan lemah yang merupakan predisposisi klien untuk jatuh.
R/ obat-obatan seperti diuretic, fenotiazin dapat menyebabkan pusing, mengantuk dan lemah yang merupakan predisposisi klien untuk jatuh.
4.
Kurang perawatan diri yang berhubungan dengan keletihan atau gangguan gerak
ditandai dengan klien mengeluh nyeri pada tulang belakang, kemampuan gerak
cepat menurun, klien mengatakan badan terasa lemas dan stamina menurun serta
terdapat fraktur traumatic pada vertebra dan menyebabkan kifosis angular.
Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan perawatan diri klien terpenuhi dengan criteria hasil klien mampu mengungkapkan perasaan nyaman dan puas tentang kebersihan diri, mampu mendemonstrasikan kebersihan optimal dalam perawatan yang diberikan.
Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan perawatan diri klien terpenuhi dengan criteria hasil klien mampu mengungkapkan perasaan nyaman dan puas tentang kebersihan diri, mampu mendemonstrasikan kebersihan optimal dalam perawatan yang diberikan.
a.
Kaji kemampuan untuk berpartisipasi dalam setiap aktifitas perawatan.
R/ untuk mengetahui sampai sejauh mana klien mampu melakukan perawatan diri secara mandiri
R/ untuk mengetahui sampai sejauh mana klien mampu melakukan perawatan diri secara mandiri
b.
Beri perlengkapan adaptif jika dibutuhkan misalnya kursi dibawah pancuran,
tempat pegangan pada dinding kamar mandi, alas kaki atau keset yang tidak
licin, alat pencukur, semprotan pancuran dengan tangkai pemegang.
R/ peralatan adaptif ini berfungsi untuk membantu klien sehingga dapat melakukan perawatan diri secara mandiri dan optimal sesuai kemampuannya.
R/ peralatan adaptif ini berfungsi untuk membantu klien sehingga dapat melakukan perawatan diri secara mandiri dan optimal sesuai kemampuannya.
c.
Rencanakan individu untuk belajar dan mendemonstrasikan satu bagian aktivitas
sebelum beralih ke tingkatan lebih lanjut.
R/ bagi klien lansia, satu bagian aktivitas bisa sangat melelahkan sehingga perlu waktu yang cukup untuk mendemonstrasikan satu bagian dari perawatan diri.
R/ bagi klien lansia, satu bagian aktivitas bisa sangat melelahkan sehingga perlu waktu yang cukup untuk mendemonstrasikan satu bagian dari perawatan diri.
5.
Gangguan citra diri yang berhubungan dengan perubahan dan ketergantungan fisik
serta psikologis yang disebabkan oleh penyakit atau terapi ditandai dengan
klien mengatakan membatasi pergaulan dan tampak menggunakan penyangga tulang
belakang (spinal brace).
Tujuan :
Tujuan :
setelah diberikan tindakan
keperawatan diharapkan klien dapat menunjukkan adaptasi dan menyatakan
penerimaan pada situasi diri dengan criteria hasil klien mengenali dan menyatu
dengan perubahan dalam konsep diri yang akurat tanpa harga diri negative,
mengungkapkan dan mendemonstrasikan peningkatan perasaan positif.
a.
orong klien mengekspresikan perasaannya khususnya mengenai bagaimana klien
merasakan, memikirkan dan memandang dirinya.
R/ ekspresi emosi membantu klien mulai meneerima kenyataan.
R/ ekspresi emosi membantu klien mulai meneerima kenyataan.
b.
Hindari kritik negative.
R/ kritik negative akan membuat klien merasa semakin rendah diri.
R/ kritik negative akan membuat klien merasa semakin rendah diri.
c.
Kaji derajat dukungan yang ada untuk klien.
R/ dukungan yang cukup dari orang terdekat dan teman dapat membantu proses adaptasi.
R/ dukungan yang cukup dari orang terdekat dan teman dapat membantu proses adaptasi.
6.
Gangguan eleminasi alvi yang berhubungan dengan kompresi saraf pencernaan ileus
paralitik ditandai dengan klien mengatakan buang air besar susah dan keras.
Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan eleminasi klien tidak terganggu dengan criteria hasil klien mampu menyebutkan teknik eleminasi feses, klien dapat mengeluarkan feses lunak dan berbentuk setiap hari atau 3 hari.
Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan eleminasi klien tidak terganggu dengan criteria hasil klien mampu menyebutkan teknik eleminasi feses, klien dapat mengeluarkan feses lunak dan berbentuk setiap hari atau 3 hari.
a.
Auskultasi bising usus.
R/ hilangnya bising usus menandakan adanya paralitik ileus.
R/ hilangnya bising usus menandakan adanya paralitik ileus.
b.
Observasi adanya distensi abdomen jika bising usus tidak ada atau berkurang.
R/ Hilangnya peristaltic(karena gangguan saraf) melumpuhkan usus, membuat distensi ileus dan usus.
R/ Hilangnya peristaltic(karena gangguan saraf) melumpuhkan usus, membuat distensi ileus dan usus.
c.
Catat frekuensi, karakteristik dan jumlah feses.
R/ mengidentifikasi derajat gangguan/disfungsi dan kemungkinan bantuan yang diperlukan.
R/ mengidentifikasi derajat gangguan/disfungsi dan kemungkinan bantuan yang diperlukan.
d.
Lakukan latihan defekasi secara teratur.
R/ program ini diperlukan untuk mengeluarkan feses secara rutin.
R/ program ini diperlukan untuk mengeluarkan feses secara rutin.
e.
Anjurrkan klien untuk mengkonsumsi makanan berserat dan pemasukan cairan yang
lebih banyak termasuk jus/sari buah.
R/meningkatkan konsistensi feses untuk dapat melewati usus dengan mudah.
R/meningkatkan konsistensi feses untuk dapat melewati usus dengan mudah.
7.
Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi yang
berhubungan dengan kurang informasi, salah persepsi ditandai dengan klien
mengatakan kurang ,mengerti tentang penyakitnya, klien tampak gelisah.
Tujuan :
Tujuan :
setelah diberikan tindakan
keperawatan diharapkan klien memahami tentang penyakit osteoporosis dan program
terapi dengan criteria hasil klien mampu menjelaskan tentang penyakitnya, mampu
menyebutkan program terapi yang diberikan, klien tampak tenang.
a.
Kaji ulang proses penyakit dan harapan yang akan datang.
R/ memberikan dasar pengetahuan dimana klien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi.
R/ memberikan dasar pengetahuan dimana klien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi.
b.
Ajarkan pada klien tentang faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya
osteoporosis.
R/ Informasi yang diberikan akan membuat klien lebih memahami tentang penyakitnya.
R/ Informasi yang diberikan akan membuat klien lebih memahami tentang penyakitnya.
c.
Berikan pendidikan kepada klien mengenai efek samping penggunaan obat.
R/ suplemen kalsium ssering mengakibatkan nyeri lambung dan distensi abdomen maka klien sebaiknya mengkonsumsi kalsium bersama makanan untuk mengurangi terjadinya efek samping tersebut dan memperhatikan asupan cairan yang memadai untuk menurunkan resiko pembentukan batu ginjal.
R/ suplemen kalsium ssering mengakibatkan nyeri lambung dan distensi abdomen maka klien sebaiknya mengkonsumsi kalsium bersama makanan untuk mengurangi terjadinya efek samping tersebut dan memperhatikan asupan cairan yang memadai untuk menurunkan resiko pembentukan batu ginjal.